Hanya di Indonesia, Words Speak Lauder Than Actions

patrialis-akbar-ditahan-kpk_20170127_020645

Action speaks lauder than words. Demikian nasihat bijak bestari untuk mengajarkan kita lebih arif dalam bertindak. Perbuatan baik atau pun buruk akan berbicara lebih lantang dari pada ucapan kita. Kemudian ada ungkapan lain yang bertolak belakang, yaitu; no action talk only. Kalau orang Jakarta bilang; ngomong doang.

Kamis lalu menjelang siang, rakyat Indonesia kembali dikejutkan oleh berita OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang dilakukan oleh KPK terhadap Patrialis Akbar yang merupakan Wakil Ketua Mahkamah Konstritusi (MK). Sosial media pun langsung ramai bergunjing tentang berita penangkapan tersebut. Televisi membahasnya dalam berbagai topik perbincangan, hingga hari berikutnya. Teks berjalan (running text) pun tak henti-hentinya memberitakan tentang penangkapan tersebut.

Sesungguhnya, sekitar satu dasawarsa terakhir ini, penangkapan koruptor bukan hal asing bagi telinga kita. Hampir setiap hari ada saja berita tentang tertangkapnya koruptor di berbagai instansi dari berbagai daerah di Nusantara ini. Sampai-sampai aku pikir bahwa orang yang tertangkap itu cuman apes saja. Dengan kata lain, bahwa yang belum tertangkap jumlahnya jauh lebih banyak.

OTT KPK ini begitu menarik bagiku karena untuk kedua kalinya petinggi MK diringkus KPK. Yang pertama adalah Akil Mochtar, tertangkap dalam OTT pada hari Rabu tanggal 2 Oktober 2013 di rumah dinasnya di Jalan Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta Selatan. Kasusnya adalah perkara suap penanganan sengketa Pilkada di MK.

Dalam operasi tersebut, KPK menyita uang dolar Singapura senilai Rp 2-3 miliar.  Ternyata setelah kasusnya disidangkan, terbukti kejahatan Akil tidak hanya pada satu kasus tersebut, tapi dalam belasan kasus sejenis.

Pada Pengadilan Tipikor, Akil dijatuhi hukuman seumur hidup. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 12 November 2014.‎ Akil tidak puas, kemudian mengajukan kasasi, tapi kandas karena ditolak oleh Ketua Majelis Artidjo Alkostar, pada Senin 23 Februari 2015.

Rabu malam lalu, kembali KPK menangkap Wakil Ketua MK, Patrialis Akbar, terkait pemberian hadiah atau suap atas uji materi Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kabarnya itu adalah suap yang ketiga.

Sempat beredar kabar bahwa Patrialis ditangkap di sebuah hotel kawasan Tamansari, Jakarta Barat. Tapi dalam konferensi pers pada hari Kamis sekitar 19.45 WIB, Komisioner KPK Basaria Panjaitan mengatakan penangkapan Patrialis dilakukan di Mall Grand Indonesia sekitar pukul 21.30 WIB pada hari Rabu, 25 Januari 2017.

Barang bukti yang ditemukan adalah uang sebesar USD 20.000 dan SGD 200.000. Kalau dirupiahkan kurang lebih sekitar Rp. 2 miliar. Dalam operasi tersebut, KPK juga telah mengamankan dokumen pembukuan perusahaan dan voucher pembelian mata uang asing dan draft perkara 129. Bukan main!

Basaria Panjaitan menerangkan bahwa Patrialis bersama seorang wanita saat ditangkap. Beredar kabar perempuan tersebut bernama Anggita Eka (Anggi), yang merupakan teman dekat Patrialis. KPK sempat memeriksa Anggi, tapi kemudian dilepas karena tidak menemukan bukti keterlibatan Angi dalam kasus suap Patrialis.

Taukah Anda kesamaan mereka selain dari terhormat MK? Mereka ditangkap pada hari Rabu malam, bukan Jumat Keramat.

Bila dulu Akil Mochtar menerima suap atas kasus sengketa pemilu, yaitu sengketa orang per orang, yang berarti yang dirugikan adalah orang yang bersengketa, maka dalam dugaan kasus suap Patrialis adalah memperjual belikan pasal atau bahkan Undang-undang yang dampaknya lebih luas pada seluruh rakyat Indonesia.

Coba kita bayangkan! Biasanya kasus korupsi pada satu pengadaan, skop pekerjaan atau spesifikasi barangnya yang dikunci sehingga hanya perusahaan tertentu yang memenuhi syarat untuk ikut pengadaan tersebut.

Tapi yang dilakukan Basuki Hariman, si penyuap, adalah hendak mengunci pada peraturannya sehingga semua pengadaan di Indonesia hanya perusahaan-perusahaan dia yang bisa mengerjakan pekerjaan tersebut. Dapatkah Anda bayangkan seberapa besar keuntungan mereka seandainya kasus ini tidak terungkap?

Aman kukatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oknum pejabat tinggi MK ini meningkat setelah 3 tahun. Dari kasus sengketa hasil Pilkada naik level menjadi jual beli pasal. Betapa mengerikannya bila hakim yang seharusnya menjaga dan mengawal konstitusi supaya berjalan dengan benar, tapi memperjual-belikannya untuk memperkaya diri sendiri dan merugikan kepentingan orang banyak.

Kedua orang ini menjadi menarik bagiku karena selain berasal dari institusi yang sama, mereka juga punya kemiripan dalam memandang korupsi. Mari kita cermati apa kata mereka tentang korupsi.

Akil Mochtar.

“Saya atau dia yang masuk penjara.” kata Akil Mochtar terhadap Refly Harun, pengacara yang menulis kolom adanya jual beli putusan di Mahkamah Konstitusi, 10 Desember 2010.

“Ini ide saya, dibanding dihukum mati, lebih baik dikombinasi pemiskinan dan memotong salah satu jari tangan koruptor saja cukup.” Akil Mochtar di Jakarta, 12 Maret 2012

“Kalau saya bukan orang independen, kalau saya orang yang bisa disetir atau diintervensi oleh kekuatan-kekuatan lain, tidak mungkin tujuh orang (hakim) itu pilih saya. Memangnya mereka bodoh. Mereka hakim-hakim yang berpengalaman, beberapa guru besar malah.” Kata Akil Mochtar tentang gosip miring perihal dirinya, 5 April 2013.

Patrialis Akbar

Saat masih menjadi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada era Susilo B. Yudhoyono, Patrialis Akbar menyuarakan dukungannya terhadap penerapan hukuman mati bagi terpidana korupsi dan penyuapan.

“Ganjaran hukuman mati pantas dihadiahi untuk koruptor yang melakukan korupsi dalam situasi tertentu.” ujarnya di depan Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 6 April 2010. Lanjutnya, “Misalnya, koruptor itu melakukan korupsi ketika negara dalam keadaan krisis, bencana alam, dan lainnya. Masak, orang lagi kesusahan, dia korupsi. Itu kan kebangetan,”

Khusus untuk Patrialis, aku punya perhatian khusus padanya. Aku mengikuti Judicial Review (JR) tentang Kriminalisasi LGBT di MK yang diajukan oleh kelompok AILA dan menuliskannya di sini. Patrialis sangat yang mendukung JR tersebut karena menurut dia, LGBT tidak sesuai dengan norma agama.

Patrialis tidak sungkan menyerang pendapat Saksi Ahli yang berseberangan dengan pendapatnya. Sudah umum diketahui bahwa akhir-akhir ini Patrialis semakin relijius, baik dalam perkataan maupun dalam penampilannya. Berikut beberapa pernyataannya yang menunjukkan dia lebih ulama dari pada hakim.

“Kaidah agama itulah sebetulnya yang dijadikan sebagai salah satu pembatasan oleh negara kita di dalam kebebasan seseorang melaksanakan hak asasi manusia (HAM). Ingat Pasal 28J, ada kaidah agama di situ, ada nilai-nilai moral, ada nilai-nilai agama yang membatasi agar pelaksanaan HAM tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama dan nilai-nilai moral,” cetus Patrialis. Jakarta, 20 Juli 2016.

“Kebebasan HAM di negara kita ada pembatasan, dibatasi tidak boleh melanggar HAM orang lain. Kedua, kebebasan dibatasi nilai-nilai moral. Kemudian dibatasi nilai-nilai agama. Nilai agama ini yang tidak dimiliki oleh Declaration of Human Rights,” kata Patrialis dalam sidang di Gedung MK, Selasa 23 Agustus 2016.

Saat memberikan tanggapan atas pemaparan Komnas Perempuan yang diwakili Prof. Muhammad Mustofa, Patrialis berkata, “Saya melihat referensi yang saudara sampaikan, saya tidak melihat referensi dari aspek agama apalagi saudara beragama Islam apakah saudara pernah mendengar ayat Wala takrobu zina sebagai seorang muslim, kemudian dalam paparan saudara sama sekali tidak menyinggung aspek sosial bahwa pengendalian itu juga tidak bisa dilepaskan dari norma agama dan moral padahal Indonesia ini adalah bangsa yang beragama”, tutur Patrialis di sidang JR KUHP Pasal Kesusilaan pada selasa 04 Oktober 2016.

Ternyata…

Aku tidak tahu dengan Anda, tapi aku mau muntah membaca semua pernyataan mereka. Manusia yang tampil bak malaikat dengan ucapan laksana Tuhan, tapi kenyataannya menghianati ucapannya sendiri sekaligus mempermalukan Tuhan. Keduanya lantang berteriak anti korupsi di muka publik, tapi dengan rakus melakukan di tempat tersembunyi.

Seperti Akil, Patrialis juga membantah kalau dia menerima suap satu rupiah pun! “Saya hari ini dizalimi karena saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pak Basuki, demi Allah. Saya betul dizalimi.” Kata Patrialis saat keluar dari ruang pemeriksaan KPK dengan menggunakan rompi orange.

Pola tersangka korupsi selalu sama, yakni; membantah sambil mengatakan dizalimi, dikorbankan, dijebak, sedang diuji atau cobaan, dan lain-lain. Selalu tersirat dalam ucapan mereka bahwa mereka adalah korban yang suci hatinya, sedangkan para penyuap itu adalah iblis yang selalu menggoda iman mereka.

Basuki Hariman, yang merupakan seorang Pendeta Kristen, memang iblis berbajukan Pendeta. Tapi Patrialis tidak bisa melimpahkan kesalahan hanya pada Basuki dengan mengatakan dia digodai si iblis. Bila level keiblisannya tidak sederajat, tidak mungkin mereka bekerja sama. Terang dan gelap tidak bisa bersatu, karena bila ada terang, gelap pasti sirna.

Menurut Anda, apakah yang dilakukan oleh Akil Mochtar, Patrialis Akbar dan Basuki Hariman di atas adalah perbuatan tercela dan masuk dalam penistaaan agama? Kalau menurutku, IYA. Mereka telah menista agamanya, terutama Tuhannya.

Berbicara tentang penistaan agama, aku teringat Ahok yang didemo karena dia dituduh menistakan agama Islam. Umat Islam maupun ulama terbelah, ada yang mengatakan Ahok menista dan ada yang bilang tidak. Kasus Ahok bukan kosupsi. Menurutku hanya salah ucap atau selip lidah.

Terhadap Patrialis, ada yang mengatakan dia menista agama dan ada pula yang mengatakan tidak. Dengan komposisi seperti itu, kenapa hanya Ahok yang didemo berjilid-jilid dan dipaksa untuk dipenjarakan, tapi tidak ada dorongan serupa terhadap Patrialis?

Aku melihat ini ironi. Dalam masa pemerintahan Ahok, dia banyak membantu umat Islam. Dia melakukan banyak perbaikan yang dinikmati warga Jakarta. Walaupun belum sempurna, tapi progresnya sangat terasa. Perbuatan Ahok ini terdengar sayup atau nyaris tak terdengar, sedangkan ucapannya menggema sampai keujung-ujung negeri.

Kembali ke paragraf pertama, “action speaks lauder than words” ternyata tidak berlaku di Indonesia. Kata-kata ajaib Patrialis saat sidang JR tentang moral dan tausiah-tausiahnya di pengajian yang di up load di YouTube ternyata gemanya jauh lebih nyaring dari pada perbuatan korupsinya.

Publik merasa tidak perlu mendemo perbuatannya, malahan memaafkan dan memaklumi perbuatannya, dan menempatkannya sebagai korban. Tausiah dan penampilannya yang lebih agamais akhir-akhir ini mampu membersihkan kesalahannya di mata para pendukungnya.

Kemudian aku ingin merevisi peribahasa itu khusus untuk Indonesia menjadi “words speak lauder than actions.”

 

Jakarta, 29 Januari 2017

Mery DT

Note:  Artikel ini sudah pernah diterbitkan di qureta.  Saya publish lagi di sini sebagai arsip.

Sumber;

  1. Kronologi Penangkapan Patrialis Akbar versi KPK http://www.cnnindonesia.com/nasional/20170126195428-12-189350/kronologi-penangkapan-patrialis-akbar-versi-kpk/
  2. Ini Pernyataan Keras Akil Mochtar Soal Korupsi  https://m.tempo.co/read/news/2013/10/03/063518642/ini-pernyataan-keras-akil-mochtar-soal-korupsi
  3. MA Kirim Akil Mochtar ke Penjara Sampai Meninggal! http://news.detik.com/berita/2840576/ma-kirim-akil-mochtar-ke-penjara-sampai-meninggal
  4. Akil Mochtar Tertangkap Tangan KPK https://www.tempo.co/read/fokus/2013/10/03/2845/Akil-Mochtar-Tertangkap-Tangan-KPK
  5. Patrialis Setuju Koruptor Dihukum Mati, tapi … http://nasional.kompas.com/read/2010/04/06/11522988/Patrialis.Setuju.Koruptor.Dihukum.Mati..tapi….
  6. Patrialis Tegur Pemerintah Soal Jawaban Gugatan LGBT: Ini Bukan Soal Sepele https://news.detik.com/berita/3257132/patrialis-tegur-pemerintah-soal-jawaban-gugatan-lgbt-ini-bukan-soal-sepele
  7. Sidang LGBT dan Konsistensi Hakim Konstitusi Patrialis Akbar http://news.detik.com/berita/3282118/sidang-lgbt-dan-konsistensi-hakim-konstitusi-patrialis-akbar
  8. Hakim MK Sindir Profesor Ber-KTP Islam tapi Tak Memakai Norma Agama dan Moral http://persis.or.id/hakim-mk-sindir-profesor-ber-ktp-islam-tapi-tak-memakai-norma-agama-dan-moral/

 

 

 

 

 

 

 

About Mery DT

Since January 2018 I can't manage this blog because Ministry of Communication and Informatics of Republic Indonesia has banned this blog. I am using Three Network as internet connection provider, and it doesn't allow me to visit my sites. I knew, it must be related with my content of blog, especially advocation for sexual orientation. F*ck Indonesian free speech or free writing or free of thoughts. I only can open this blog until my stat page. I see several visitor from Indonesia in my stat. So I have to find out what provider that they use so I can continue to manage this site.
This entry was posted in Agama and tagged , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

2 Responses to Hanya di Indonesia, Words Speak Lauder Than Actions

  1. Jontavit says:

    Aku setuju banget kak Mer dengan tulisan kakak yang ini “Basuki Hariman, yang merupakan seorang Pendeta Kristen, memang iblis berbajukan Pendeta”. Saya tidak menyangka ternyata orang yang selama ini mengabarkan sukacita Injil, bisa dengan mudahnya berbisnis gelap untuk kepentingan dirinya sendiri. Padahal kan kita ini dalam Yesus bersaudara. Semoga Tuhan memberkati.

    Like

Leave a comment