Lesbian Mom & Bisexual Mom

heartBeberapa hari yang lalu, lewat diskusi santai via twitter & email dengan seorang teman yang belum pernah bertemu tapi akrab di twitter, kami berdiskusi tentang “Lesbian Mom (mother)”.  Dan aku tertarik untuk menuliskan topik ini.

Sepanjang yang kuketahui lewat video yang kutonton dan tulisan yang kubaca yang refrensinya adalah dunia barat khususnya Amerika dan Inggris, Istilah Lesbian Mom ini ditujukan bagi lesbian yang memiliki anak.  Sebenarnya yang menarik bagiku adalah istilah Lesbian Mom itu sendiri.

Di Indonesia lewat blog-blog tanpa wajah dengan nama samaran, karena tidak ingin identitasnya diketahui, mereka menyebut dirinya lesbian mom, padahal mereka sedang menjalani kehidupan pernikahan bersama pria dan memiliki anak.  Entah mengapa banyak perempuan melebel dirinya lesbian, padahal bila kita amati cara hidup dan pengalamannya, secara sains sebenarnya mereka lebih cenderung bisexual.  Mungkin karena streotip bahwa bisexual itu “greedy/tamak”, maka mereka menghindari label itu.

Lesbian, khususnya di negara terbuka, tidak akan mau menikah dengan lelaki karena fisik lelaki adalah isu besar bagi mereka.  Dari banyak testimony di Youtube, lesbian tulen mengatakan tidak mau tidur dengan lelaki.  “I don’t want go to bed with penis.” kata Rose Ellen Dix, yuotuber cantik nan lucu. Awalnya Rose mengira dirinya bisexual dan mencoba pacaran dengan pria, tapi dia tidak merasa nyaman.  Akhirnya dia yakin bahwa dia lesbian.  Bila ada pernyataan “aku jatuh cinta pada orangnya, bukan jenis kelaminnya” tidak akan berlaku bagi lesbian karena jenis kelamin adalah syarat mutlak bagi mereka.  Perkataan itu hanya cocok untuk bisexual.  Menurutku, bila ada perempuan yang pernah menikah dengan pria pilihannya dan pernah hidup bahagia bersama suaminya bahkan punya anak, kemudian suatu ketika dia jatuh cinta pada wanita maka dia bukan lesbian, tapi bisexual.

Beberapa perempuan bisexual berkata mereka lebih memilih bersama perempuan karena koneksi antar perempuan lebih intens di semua level yang tidak bisa didapatkan bersama pria.  Heather Lee, seorang bisexual, mengaku, melakukan hubungan sex dan mendapat orgasme dengan pria jauh lebih mudah dibanding dengan wanita, tapi kesukaannya dengan pria hanya sebatas urusan sex saja.  Katanya lagi, walau sulit mendapatkan orgasme dengan perempuan, tapi dia bisa merasakan hubungan emosial yang jauh lebih intens dan dalam.  Itu sebabnya dia lebih memilih berpasangan dengan perempuan.  Tapi menolak menyebut dirinya lesbian.  Tapi tidak semua bisexual berpendapat seperti itu, karena ada juga yang memilih bersama pria karena perempuan cenderung penuh drama.

Bila kuamati latar belakang lesbian mom ini, khususnya di dunia barat di mana sudah tidak ada ketakutan untuk coming out sebagai lesbian, adalah: (1) seorang perempuan yang sedari awal sudah sadar bahwa dia lesbian, kemudian berpasangan dengan perempuan dan mereka memutuskan untuk memiliki anak, dengan cara mencari donor sperma atau adopsi; dan (2) seorang perempuan yang baru menyadari bahwa dia jatuh cinta pada wanita setelah menikah cukup lama dengan pria hingga punya anak.

IMO, lesbian mom tulen adalah yang no. 1, sedangkan yang no 2. lebih tepat bila disebut bisexual mom.  Yang no. 2 dikenal juga dengan istilah “Late blooming Lesbian“(LBL) atau lesbian yang telat sadar (terjemahanku-red).  Kasus LBL ini sering sekali dijumpai dalam dua atau tiga dasawarsa terakhir ini.  Ada yang sudah menikah dengan pria belasan bahkan 20 – 30 tahun, kemudian tiba-tiba dia jatuh cinta pada perempuan.  Contohnya, Carren Strock yang menyadari tertarik pada wanita saat umurnya 44 tahun, padahal dia memiliki suami yang baik dan mereka telah menikah 25 tahun dan memiliki 2 orang anak.  Di Hollywood ada Cynthia Nixon yang bermain di serial Sex and the City sebagai Miranda, menikah dengan pria selama 15 tahun dan memiliki dua orang anak, akhirnya jatuh cinta pada perempuan.  Ada Alison Goldfrapp, penyanyi UK yang memulai hubungannya dengan editor film Lisa Gunning pada usia pertengah 40 tahun.  Dan masih banyak lagi bila kita ingin membuat list.

Menurutku, LBL ini sebenarnya bukan lesbian, tapi bisexual.  Karena mereka pernah menikah dengan kemauan sendiri  bahkan puluhan tahun dan punya anak.  Mereka juga mengakui bahwa mereka pernah bahagia pada perkawinan heterosexual.  Secara sexual pun mereka menikmatinya.  Apakah mereka sebelumnya tidak menyadari bahwa mereka lesbian?  Menurutku, mereka bukan tidak menyadari bahwa mereka lesbian, tapi tidak menyadari bahwa mereka bisexual!  Hanya karena hubungan yang sedang dijalani dengan perempuan dan merasa nyaman, mereka menyebut diri lesbian.  Ini kurang tepat.  Bila suatu saat dia jatuh cinta lagi dengan pria maka dia akan bingung, mirip dengan kasus yang pernah kutulis sebelumnya, di sini.

Kalau kita lihat Skala Kinsey, di sini, maka perempuan-perempuan ini mungkin ada di skala 2 atau 3.  Dan sebenarnya banyak sekali orang yang berada di skala tersebut tapi tidak menyadarinya.  Mereka selalu merasa yakin 100% bahwa dirinya heterosexual, dan kalaupun ada ketertarikan dengan sejenis, mereka lebih menekan perasaan tersebut, terutama di negara yang berbungkus agama.  Hal itu disebabkan dogma agama dan budaya yang memandang hubungan sejenis adalah dosa dan tidak normal.  Orang cenderung untuk menghindari kedua sebutan tersebut (dosa dan tidak normal).

Bila kita mengamati negara-negara yang tatanan masyarakatnya kental dengan dogma agama seperti Indonesia maka kita akan mendapati kondisi yang berbeda dengan negara di Barat.  Di Barat, bila perempuan LBL merasakan ada ketertarikan dengan perempuan lain, mereka biasanya memilih bercerai dengan suaminya dan hidup bersama pasangannya.  Sangat berbeda pada negara-negara seperti Indonesia.  Banyak sekali perempuan yang menyadari bahwa dia sejatinya adalah lesbian tapi memaksakan diri menikah dengan pria, karena tuntutan keluarga, agama dan masyarakat.  Atau karena malu dan merasa tidak nyaman menjadi lesbian.  Bahkan perempuan yang berpendidikan tinggi dan pernah kuliah di luar negeri sekalipun, ada yang menikah dengan lelaki karena tidak berani menentang norma-norma yang ada pada masyarakat.  Hanya sedikit lesbian yang berani tidak menikah dan hidup bersama pasangannya.  Ada juga lesbian yang memaksakan diri menikah tapi dibalik itu dia memiliki kehidupan ganda, yaitu memiliki pasangan sejenis.  Dari yang kubaca, lesbian tulen yang menikah karena tuntutan keluarga, penampilannya tidak bahagia dan dia lebih menyibukkan diri dengan anak-anaknya dan kurang perduli pada suaminya.

Bisexual cukup uniq, ketertarikan mereka terhadap lawan jenis atau sejenis tidak selalu sama besar, bisa saja lebih besar pada lawan jenis atau lebih besar pada yang sejenis.  Perempuan bisexual juga biasanya menikah dengan lelaki.  Pernikahan heterosexual jauh lebih mudah dilakukan oleh perempuan bisexual daripada pernikahan sejenis.  Tapi karena biseksual juga punya hasrat  terhadap sejenisnya, ada beberapa (TIDAK SEMUA) perempuan bisexual yang memiliki pasangan sejenis secara diam-diam.  Dan biasanya perempuan bisexual yang menikah ini lebih mementingkan pernikahannya dari pada pacar gelapnya.  Karena keluarga yang (tampak) “harmonis” sangat penting bagi mereka terutama di negara seperti Indonesia.

Nah, karena hal demikianlah stigma bisexual yang greedy / tamak semakin kuat.  Pasangannya yang lesbian yang selalu merasa dinomor-duakan sering merasa hanya sebagai pemuas nafsu saja.  Lewat diskusi dengan teman, aku banyak tahu bahwa memang banyak perempuan (lesbian / bisexual) menikah yang sudah mapan dan punya nama dan karir yang bagus, ternyata mereka juga punya hubungan gelap dengan perempuan lain.  Ada dokter, dosen, pekerja seni, penulis, istri pejabat, dll.  Pacar gelapnya bisa saja lesbian yang betul-betul mencintainya, sesama bisexual atau perempuan heterosexual yang berakting lesbian hanya demi mendapat uang dari perempuan mapan tersebut.

Pada masyarakat kita yang berkulit tebal agama ini, banyak sekali jenis kehidupan yang merayap di bawah kulit tebal itu.  Bukannya para gay atau bisexual itu sengaja jadi munafik, hanya kondisi masyarakat dan agama yang selalu memojokkan mereka.  Mereka mengambil sikap seperti itu karena hanya itu jalan yang dapat mereka tempuh untuk hidup bahagia.

Hanya saja selalu ada pertanyaan yang berganyut dibenakku: apakah perselingkuhan mereka ini dapat dibenarkan?  Di satu sisi aku ingin menjawab, perselingkuhan tetap perselingkuhan dan itu salah.  Tapi bila kita kaitkan dengan ketidak-beranian mereka membuka diri karena tekanan yang akan mereka hadapi, akupun ragu dan mengatakan: “Yah, gak tau deh.” 🙂

Jakarta, 10 Oktober 2013

Mery DT

@zevanya

About Mery DT

Since January 2018 I can't manage this blog because Ministry of Communication and Informatics of Republic Indonesia has banned this blog. I am using Three Network as internet connection provider, and it doesn't allow me to visit my sites. I knew, it must be related with my content of blog, especially advocation for sexual orientation. F*ck Indonesian free speech or free writing or free of thoughts. I only can open this blog until my stat page. I see several visitor from Indonesia in my stat. So I have to find out what provider that they use so I can continue to manage this site.
This entry was posted in LGBT and tagged , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

29 Responses to Lesbian Mom & Bisexual Mom

  1. Sinyo says:

    Yaa gitu deh… hehehe

    Sepertinya para Lesbian mom itu sadar nkali kenapa mereka lebih memilih masuk ke situs2 lesbian daripada buat atau masuk ke situs2 biseksual. Karena ga bakal populer. Sedangkan mereka itu rata2 ingin dikenal alias Snob. hehehe
    Mungkin juga lebih mudah mencari partner lesbian yang murni bukan yang bisek juga. Secara kalo yg bisex juga apalagi yg suka berganti2 pasangan bisa2 tertular penyakit.

    Masuknya biseksual mom ke dalam situs2 lesbian, sayangnya bukan menjadi pembelajaran dan bukan realitas yg lebih disajikan kepada lesbian2 muda. Justru yg manis2nya saja. Seakan2 apa yg ditulis hanyalah menjadi siasat pembenaran dan pemakluman ; “Hai Lesbian, menikahlah jika terpaksa, setelahnya mari ngelesbian lagi seperti kami”.

    Istilah lesbian mom yg dipakai di situs lesbian tersebut bikin rancu. Bisa2 Tina dan Bett (2 tokoh dalam LWord) ngamuk2 tuh. Istilah lesbian mom dlm film tsbut adalah pasangan lesbian yang ingin punya anak lalu mengikuti program baby.
    Lah, di situs lesbian online itu Lesbian Mom model apa? Secara dari senin sd minggu aja lebih banyak tidur bersama suami toh? Atau mereka mau buat istilah baru, sebagai bagian (sub) dari LESBIAN, agar tak dicap BISEX???? Ajaib

    Jika anak2 masih balita, mungkin masih bisa bagi biseksual mom ngelesbian bawa anak2 ke rumah partner. Bercengkrama selayaknya pasanngan lesbian sprti di LWord, nonton bareng,tidur bareng atau partner lesbian gantian ke rumah bisekmom jika suami keluar kota dll.
    Tapi apakah hubungan sperti itu masih berlanjut jika anak2 bisexmom beranjak ABG?

    BIsa jadi juga para bisexual mom itu menunggu dgn sabar. Menunggu anak2 dewasa atau si suami tiba2 mati duluan. Agar bisa melanjutkan hubungan lesbiannnya seperti kisah di novel GERHANA KEMBAR, Clara Ng, yang dari cerita fiksi menjadi kenyataan. Astungkara

    Like

    • Mery DT says:

      Hahahaha…. Sekalian curhatlah, Nyo… ? 😀 Semoga ada lesbian teen yg baca ini sebagai pembelajaran ya… Atau kepada bisexual agar lebih jujur …
      Thnx for sharing, Nyooo…. 🙂

      Like

  2. GreyAndrew says:

    Artikel yang bagus

    Like

  3. bybyq says:

    Pantas saja Sinyo woro-woro, ternyata lagi ada artikel bagus dan seru yang lagi dibahas di mari… Ikut komen Bu…
    Saya jujur saja agak risih dengan self proclaimed lesbian mum (atau bisexual mum). Meskipun sampai saat ini saya sama sekali tidak berencana untuk punya anak, namun seandainya suatu hari saya punya anak, saya tidak mau dilabel sebagai bisexual mum. Mum/mother adalah sebuah peran sosial, sedangkan biseksual dan lesbian adalah preferensi seksual. Seandainya saya bisa, saya akan mengganti istilah Lesbian Mum dan Lesbian Bisexual menjadi “mum yang ternyata juga lesbian/biseksual”
    Buat saya menjadi lesbian atau bisexual tidak ada hubungannya dengan motherhood (saya sadar bahwa pernyataan saya ini dapat dengan mudah disalah artikan, tapi mohon dilihat dari sisi positifnya saja ya… ^__^). Entah kenapa saya merasa beberapa orang yang memproklamirkan diri sebagai lesbian mum itu seolah-olah sedang mencoba menggaet popularitas saja dengan label lesbiannya.

    Untuk lesbian yang menikah dan berumah tangga dengan laki-laki… Saya rasa, memang sebagian besar orang tidak terlalu suka menyebut diri dengan biseksual karena banyaknya stigma mengenai biseksual. Namun saya tidak yakin bahwa lesbian tidak bisa menikah. Terutama di belahan dunia ini, di mana adat budaya (dan mngkin juga agama) masih sangat kental. Apabila dibandingkan dengan negara-negara barat di mana anak perempuan boleh stand up dan berkata “Pak, Bu, saya tidak mau menikah…” di Indonesia tidak seperti itu. Apabila di luar sana perempuan yang menikah masih bisa melaporkan suaminya melakukan tindak pemerkosaan, di Indonesia tidak seperti itu. Saya lebih merasa kasihan dengan lesbian tulen yang terjebak dalam pernikahan, karena sebagaimana mereka menikmati kehidupan berkeluarga dengan laki-laki yang mungkin baik hati dan sudah seperti sahabat baginya, dan anak-anak yang begitu dia cintai, dia mungkin tidak pernah fully bahagia.

    Halah jadi panjang komennya 😦 maaf… maaf…

    Like

    • Mery DT says:

      Hi Bybyq, apa kabar? Senang kamu mampir di sini. Gak masalah komen panjang-panjang kok 🙂

      Aku setuju sama kamu bahwa sebenarnya tidaklah nyaman memberikan lebel pada seseorang seperti lesbian/biseksual/gay karena itu pribadi banget sifatnya.
      Ini masalah mental seseorang saja. Orang yang sebelumnya hidup dalam ketertutupan, kemudian berani terbuka biasanya menjadi over dan slalu ingin proklamir diri.
      Pernah denger “things i dont like the lesbian”? Lesbian yg sudah CO dan biasanya di Barat yang sudah terima kehidupan gay, kalau ada lelaki, misalnya di bar atau bioskop, nyapa “Hi…” trus si perempuan langsung menjawab “hi, I’m gay/lesbian.” Padahal belum tentu org tersebut mau mengajaknya kencan. ini semacam tirani minoritas 🙂 Dia merasa penting banget gitu menjelaskan preferensi seksualnya.
      Kalau di Indonesia sik malah nutupin. Karena situasi dan kondisi. Kita maklum itu. Tapi di blog yang anonim mereka akan bicara lain. Gitulah…

      Like

      • bybyq says:

        Aah begitu rupanya maksudnya…
        Bener… saya juga pernah ketemu sama Lesbian yang ekstrim pas aku sekolah dulu. Dan sebenernya dari dialah aku jadi sadar bahwa di dalam tubuh LGBT community sendiri seolah-olah ada hierarchy di mana L/G adalah anak emas, dan B/T yang sering tersingkirkan. *sigh*
        Blog anonim… Blog saya sendiri juga sebenernya anonim sih (meskipun beberapa kali ketemuan sama teman sesama blogger) hehehe. Blog anonim jadi dual life nya mereka gitu ya maksudnya?

        Like

        • Mery DT says:

          Iyaa banget, L/G banyak yang memandang rendah pada B&T, ntah kenapa mereka merasa lebih superior… Tapi memang tidak semua seperti itu. Mungkin ketika ABG saat mencari pengenalan orientasi sexualnya mereka melahap informasi yang salah dan tidak cross check dengan informasi yang berbeda. Akhirnya itu semacam manual book bagi yang malas belajar.
          Di negara2 yang belum menerima LGBT, kaum LGBT pasti bersuara dari akun2 anonim. Itu tidak masalah karena di atas semuanya, keselamatan dan ketentraman hidup pribadi yang utama. Yang kubilang berkata lain itu adalah jika informasi yg dia umbar-umbar di blognya terlalu ekstreem (tirani minoritas dlm selubung) sehingga ABG yang membaca merasa itu benar. Misalnya berselingkuh dgn sejenis saat menjalani kehidupan perkawinan heterosexual itu tidak masalah. Aku mungkin terdengar tidak sensitif karena tidak memakai sepatu mereka, tapi aku bisa memakai sepatu si suami yg di selingkuhi. Dan itu menyakitkan. Karena walau pakai nama anonim, sesama LGBT saling mengetahui siapa yg punya akun A, B, C dan sebagainya.
          Salah satu cara supaya perselingkuhan itu bisa berkurang memang dengan CO. Dengan demikian dia bisa menjalani kehidupan dengan org yang di cintai. Dan proses berani CO secara nasional ini butuh figur yg sudah terkenal, sehingga org2 pun jadi respek dan cara hidup LGBT bisa di terima. Itu sebabnya sangat penting para celebrity yg LGBT itu CO, semacam pembelajaran buat masyarakat bahwa mereka ada dan sama seperti kita semua. LGBT itu bukan mahluk luar angkasa atau jin.
          Maka sekiranya ada seleb kita yang mau CO, aku akan dukung! Itu sangat berarti bagi pergerakan LGBT.
          Tapi yg menyedihkan adalah kita memang mempunyai bbrp organisasi LGBT tapi mereka tidak akur!!! Masing-masing ngerasa mashabnya yang paling bener. WHAAAATTT???

          Like

          • Sinyo says:

            Tuuuuh kaaaan jadi berkembang perdebatannya. Tapi berkembang positif

            Like

          • Sinyo says:

            Duhhh sehat rasanya, lama inyo ga lihat orang beradu pendapat dgn cara cerdas kek gini. Ga kayak inyo, curhat mulu wkwkwkwkwk

            Like

          • bybyq says:

            Aaah… Blog blog anonim yang (seolah-olah) mengendorse utopia life begitukah? Now I get it…
            Bener… saya merasa blog-blog semacam itu berbahaya loh. Banyak abege yang belum tahu ke mana harus mencari tahu informasi yang benar dan mengandalkan blog-blog anonim populer ini sebagai referensi gaya hidup. Sedih sekali…

            Saya rasa Merry bukannya tidak sensitif. Saya setuju kok sama kamu… Eh, atau saya juga tidak sensitif ya?
            Selain karena menyelingkuhi pasangan itu menyakiti orang lain, saya merasa bahwa tindakan semacam itu (kawin tapi punya cewe lagi) adalah tindakan yang bisa dibilang egois. Saya percaya tindakan apapun ada konsekuensinya, dan tidak bisa ambil enaknya saja.
            Ingin berhubungan dengan perempuan, silakan, tapi bila hidup di Indonesia, mohon jangan mimpi berkeluarga dan punya anak terlebih dulu. Ingin mengalah dan berdamai dengan nasib juga silakan, tapi jangan kemudian main belakang. Kalau memang merasa tidak bisa menjalani kehidupan dengan suami, silakan bercerai… selingkuh itu egois, IMHO

            Hahaha… soal LGBT yang ga akur itu, saya tidak berani berkomentar. Saya pernah ada di salah satu organisasi tersebut dan melihat bagaimana organisasi itu akhirnya pecah hanya karena pengurusnya berantem. Saya tidak tahu apakah itu karena cewe lebih emosional sehingga lupa dengan tujuan organisasi sehingga menyebabkan dinamika kelompok demikian atau apa… Tapi sejak saat itu saya memutuskan untuk menjadi freelancer saja :p

            Like

          • bybyq says:

            Iya nyo… paling seneng kalo ada diskusi macam begini. Buka forum diskusi dong, Inyo…

            Like

          • Mery DT says:

            @bybyq :
            Setuju, pada semua hubungan yg dibutuhkan adalah komitmen. Menikahlah dengan komitmen itu. Tapi bila sudag tidak bisa menjalani komitmen pernikahan maka berpisahlah dengan baik-baik, itu tidak akan terlalu menyakiti pasangan dibanding mengetahui ada perselingkuhan.
            Mungkin LGBT disini dalam proses pendewasaan diri, mudah-mudahakan proses itu berjalan sehat sehingga melahirkan LGBT yang sehat dan tangguh yg berani bersuara untuk memperjuangkan hak-haknya. Kita bilang di Indonesia tidak mungkin ada pernikahan sejenis, itu sama dengan keyakinan banyak orang beberapa tahun lalu bahwa ORBA itu tidak mungkin tumbang. Keep believing…!! 🙂

            @Sinyo
            Hahaha… kamu cukup menghembuskan isu aja, nyo… aku bisa membakarnya hahahaha….

            Like

  4. Sinyo says:

    ~Byyyyyyq… Boleh kalo pesertanya cuman kita bertiga aja. Hahaha

    Like

  5. Sinyo says:

    Oho… Pasti dibaca, Mer. Apalagi bagi penulis yg membutuhkan ide selain dari kehidupan nyata ya dari blogwalking laaaah… Biarlah dari tempat yg jauh dari keriuhan ini pesan dari artikel tsbut bisa bergema kemana2 daripada di tempat yg riuh tapi pesan yg ingin disampaikan tenggelam dalan keriuhan itu sendiri.
    Betooool kaaaan, byq? Hahahaha

    Ntar deh kalo ada ide lagi, inyo lempar ke Merry, asal Merrynya ga kapok aja. Hehehe… Makasih Merry :*

    Like

    • Mery DT says:

      Emang Top search blog ini seputaran sexual orientation / LGBT. Kadang-kadang meledak hingga ratusan visitor. Kalo aku nulis di luar SO yang baca gak terlalu banyak hahaha…

      Sepanjang isu yang memang kurasa layak di tayangkan, pasti dengan senang hati aku menuliskannya. Kadang-kadang banyak yang di kepalaku, nunggu triger untuk di tembakkan. 🙂
      Your welcome, Nyoooo… 🙂

      Like

    • bybyq says:

      Betul betul betul kakak Inyo… Nanti kalo aku ada topik aku lemparin juga deh, ke kalian berdua :p~

      Like

  6. Pingback: Jumlah Lesbian semakin meningkat di usia remaja? | Apaja

  7. Kiki says:

    Hi girls, kalo nikah cuma krn tuntutan sosial mungkin win win solution nya cari gay atau bisex yg berada diposisi yg sama.
    gak perlu repot buat saling tertutup kan?

    Like

  8. Pingback: Mempunyai Pasangan Bisexual, Dilanjutkan atau Ditinggalkan? | Apaja

  9. Thunder Bird says:

    izinkan saya pria straight memberikan pendapat.

    anda jangan lupakan bi-curious. kan gini. dibanding pria, wanita itu gairahnya lebih kompleks. sehingga banyak wanita yang akhirnya jadi lesbian pas udah nikah. atau jadi lesbian karena terlalu akrab sama teman wanita. ada juga yang jadi lesbian karena benci pria. pria lebih simple. kalau bergairah ya kalo nga sama pria, ya sama wanita. ada juga yang sama dua-duanya. jelas. wanita bahkan sering nggak tahu apa orientasinya. mereka kadang2 suka ciuman bahkan terangsang liat tubuh sesama jenis tapi nga berfantasi dan nga ada minat seks dengan wanita. kadang2 wanita secara spontan melakukan tindakan “nakal” dengan sesama wanita ketika terbawa larut dalam kesenangan misal ciuman. apakah pria yg kelewat senang suka berciuman? tidak!

    soal lesbi Barat yg alergi sama pria, menurut saya itu justru karena efek domino karena pria itu pemburu, dan cenderung persisten/tegas/bersikeras pada pendiriannya. jadi kalau ingin mendapatkan wanita, kalau pria ngotot maka harus berhasil!
    men don’t listen, they think women will fall for them, but unfortunately, not all women are straight.
    pria straight sering membanggakan keangkuhannya dan merasa dengan jadi bad boys mereka bisa menjerat wanita. jadi bagi pria straight, lesbian itu “menginjak” kebanggaan mereka. makanya mereka ngotot ingin menaklukkan lesbian. banyak pria straight yg ngotot deketin lesbian meskipun mereka tahu itu wanita lesbian. mostifnya paling banyak, kalo nga seks ya dakwah. tapi ya ujung2nya seks juga!
    ini yg menyebabkan lesbian alergi pada pria straight. tapi itu cuma sebagian aja kok. kebanyakan lesbi itu orang yg ramah dan berjiwa sosial.

    kalau wanita lebih toleran dengan pria gay sehingga gay bisa menerima dan akrab dengan wanita straight. jauh lebih jarang ada wanita straight ngotot deketin gay untuk dapetin seks atau berdakwah menasehati mereka untuk sadar. tapi pria straight jauh lebih sering. wanita justru banyak yang jadi pendengar ketimbang pemimpin bagi gay. udah ga terhitung wanita straight yg suka konsultasi sama penata rambut dan perancang busana gay atau pria kemayu.

    so, niat dan sikap wanita straight ke pria gay itu bukan “mengkonversi”.

    Like

    • Mery DT says:

      Hi Mas Thunder Bird, terima kasih sudah mampir dan memberikan opini. Pandangan pria straight terhadap lesbian atau biseksual.
      I do appreciate it.

      Regards,
      Mery DT

      Like

  10. wonder woman says:

    aku 22 thn seorang bisexual, aku mulai menyadari ini di umurku yg ke 18 thn lalu aku coba melihat ke belakang dan ternyata ku sadar bahwa aku menyukai pria dan wanita. pertama aku fikir itu perasaan sekedar kagum saja terhadap beberapa wanita. tapi ternyata sekarang diumurku yang ke 22 aku merasakan aku butuh penyalur rasa sexualku kepada wanita. kecenderungan sexualku ke arah bisex semakin kuat. dan sekarang aku terkurung pada budaya, agama dan keluarga yang lurus dan normal yang tidak bisa menerima dengan penyimpangan ketertarikan akan sesama jenis. dan sekarang aku memiliki pacar pria yang aku yakini rasa suka dan sayangku hanya ada di otak tidak di hati. aku rasa ini cinta yang sekedar tuntutan peran keluarga saja. aku tidak habis fikir kalau nanti aku harus menikah dengan pria yang aku pacari sekarang. karna tuntutan keluarga yang terus mendorongku. kalau saja aku bisa menjadi sosok kinan pada buku ka mery yg mariage blanc pasti aku seneng banget haha. buatku wanita itu indah untuk di cintai dan pantang untuk disakiti:)

    Like

    • Mery DT says:

      Terima kasih udah baca novel Mariage Blanc ya. Takes your time. Suatu saat kamu akan tau jalan mana yang akan kamu tempuh. Aku berharap segala yg terbaik untuk kamu.

      Salam, MDT

      Like

  11. Pingback: Beberapa Pertanyaan Tentang Biseksual | Apaja

Leave a comment